Minggu, 14 Agustus 2011

PENGEMBANGAN TANAH WAKAF

MENGEMBANGKAN BADAN HUKUM PUBLIK SEBAGAI WAKIF DAN WAKAF TANAH UNTUK JANGKA WAKTU TERTENTU

PENGANTAR
Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan masyarakat sejahtera yang berkeadilan sosial, di dalam Al-Qur’an mengatur cara menafkahkan harta yang dimiliki umatnya untuk kesejahteraan umum antara lain melalui zakat, infak, shadaqah, qurban, hibah dan wakaf. Potensi yang terdapat dalam pranata keagamaan yang memiliki manfaat ekonomis perlu digali dan dikembangkan. Salah satu langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan umum, perlu meningkatkan peran wakaf sebagai pranata keagamaan yang tidak hanya bertujuan menyediakan sarana ibadah dan sosial, tetapi juga memiliki mempunyai kekuatan ekonomi yang berpotensi, antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga perlu dikembangkan pemanfaatannya sesuai prinsip syariah.
Salah satu benda tak bergerak yang dapat diwakafkan adalah tanah yang merupakan sumber segala macam kekayaan materi, karena dari tanah dapat diperoleh berbagai manfa’at. Tanah harus dikelola dan dimanfa’atkan untuk kesejahteraan dan sebesar besar kemakmuran rakyat merupakan amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif (yang mewakafkan) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda wakaf miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/ atau kesejahteraan umum menurut syariah.

UNSUR WAKAF
Wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf yaitu: Wakif; Nazhir; harta benda wakaf; Ikrar wakaf; peruntukkan harta benda wakaf; dan jangka waktu wakaf.

1. Wakif dan Nazhir
Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya, wakif meliputi perseorangan, organisasi atau badan hukum. Syarat wakif dapat mewakafkan hartanya diatur Pasal 8 Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf sebagai berikut: Wakif perseorangan hanya dapat melakukan ikrar wakaf apabila memenuhi persyaratan: dewasa; berakal sehat; tidak terhalang melakukan perbuatan hukum; dan pemilik sah harta benda wakaf. Wakif dengan demikian tidak harus beragama Islam. Wakif organisasi dan badan hukum dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi atau badan hukum untuk mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi atau badan hukum sesuai dengan anggaran dasar organisasi atau badan hukum yang bersangkutan, sudah tentu organisasi atau badan hukum tersebut harus merupakan subjek yang dapat memiliki tanah di Indonesia. Badan hukum dapat menjadi wakif sudah diatur sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, seharusnya pada saat itu sudah dapat diartikan bahwa hak guna bangunan dapat diwakafkan karena hak guna bangunan merupakan tanah milik badan hukum.
Wakif selain badan hukum privat yaitu Perseroan Terbatas, koperasi maupun yayasan, dapat dikembangkan ke badan hukum publik misalnya Pemerintah Kabupaten/ Kota, tidak ada larangan pemerintah kabupaten /kota untuk menjadi wakif sepanjang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyetujuinya. Pemerintah kabupaten / kota sebagai wakif diperlukan apabila fasilitas umum suatu areal perumahan yang status tanahnya merupakan milik atau asset pemerintah kabupaten/kota dibangun masjid yang dalam hal ini dana pembangunan masjid sepenuhnya dana dari masyarakat bukan dana dari pemerintah kabupaten/kota.
Status hukum bidang tanah asset pemerintah kabupaten/kota dengan di atasnya dibangun masjid oleh masyarakat bukan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk kelangsungan pengelolaan masjid seyogyanya status bidang tanah tersebut menjadi tanah wakaf dengan wakif pemerintah kabupaten/kota.
Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Nazhir dapat berupa perseorangan, organisasi atau badan hukum. Nazhir mempunyai tugas: melakukan pengadministrasian harta benda wakaf; mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya; mengawasi dan melindungi harta benda wakaf; melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.

2. Tanah Sebagai Benda Wakaf.
Tanah sebagai benda wakaf harus dimiliki dan dikuasai oleh wakif secara sah demikian juga perolehannya, Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik telah secara tegas dan jelas menyatakan bahwa tanah yang dapat diwakafkan harus merupakan tanah hak milik atau tanah milik yang bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan, dan perkara. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tersebut telah membagi dalam dua kriteria yang pertama tanah hak milik diartikan sebagai tanah dengan status hak atas tanahnya Hak Milik sebagaimana dimaksud Pasal 20 UUPA, yang kedua tanah milik diartikan tanah yang dimiliki selain kriteria pertama tadi yaitu hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai . PP. No. 28 tahun 1977 telah memberi peluang Hak Guna Bangunan maupun Hak Pakai di atas tanah negara sebagai benda wakaf namun jarang dimanfaatkan karena ditafsirkan seolah-olah hanya tanah dengan status hak milik yang dimaksud Pasal 20 UUPA saja yang dapat diwakafkan. Selama ini ada keragu-raguan untuk mewakafkan tanah dengan status Hak Guna Bangunan, Pasal 1 ayat (2) PP No.28 tahun 1977 secara jelas menyatakan bahwa badan hukum dapat mewakafkan tanah miliknya, karena pada umumnya tanah yang dimiliki badan hukum statusnya hak guna bangunan dengan demikian maka tanah dengan status Hak Guna Bangunan (HGB) sejak adanya PP. 28 tahun 1977 sudah dapat menjadi benda wakaf. Keragu-raguan terhadap status tanah HGB yang menjadi benda wakaf yang diatur PP. 28 tahun 1977 seharusnya tidak perlu terjadi apabila mencermati substansi peraturan pemerintah tersebut. Selanjutnya Pasal 17 ayat (1) huruf b,c, dan d Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf mempertegas hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai di atas tanah negara, demikian juga hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan atau hak milik dan hak milik atas satuan rumah susun dapat menjadi benda wakaf. Tanah Milik selama ini selalu diartikan tanah dengan status hak milik padahal tanah milik dapat juga berstatus hak guna bangunan maupun hak pakai.

3. Ikrar Wakaf dan Peruntukannya.
Guna melindungi harta benda wakaf dan menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf untuk sahnya perbuatan wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam suatu akta ikrar wakaf dan didaftarkan. Ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada Nazhir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), ikrar wakaf dinyatakan secara lisan dan/atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW. Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat diperuntukkan sarana dan kegiatan ibadah, pendidikan serta kesehatan; bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa, kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan. Penetapan peruntukan harta benda wakaf dilakukan oleh wakif pada pelaksanaan ikrar wakaf.
Selama ini pengertian tanah wakaf seolah-olah hanya tempat ibadah atau makam, namun masih banyak lagi fungsi tanah wakaf dapat digunakan untuk tempat pendidikan dari taman kanak-kanak, madrasah sampai universitas, pos kamling, balai RT, balai RW sampai balai Desa, poliklinik, rumah sakit, tempat olah raga seperti lapangan basket, lapangan volley sampai lapangan bola, jalan, tempat kost, toko, kebun, tambak dan sawah yang hasilnya untuk kesejahteraan umum.

4. Jangka Waktu Wakaf
Harta benda wakaf termasuk dalam hal ini tanah dapat dimanfaatkan untuk selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik hanya mengatur wakaf untuk selama-lamanya, Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf telah mengatur bahwa wakaf dapat dimanfaatkan untuk jangka waktu tertentu. Wakaf dengan jangka waktu tertentu memberi peluang dan kesempatan bagi mereka yang ingin beramal, untuk itu Badan Pertanahan Nasional harus segera menyiapkan tata laksana pendaftaran tanahnya. Perlu dicermati Pasal 17 dan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 20006 sebagai berikut:
Pasal 17
1) Hak atas tanah yang dapat diwakafkan terdiri dari:
a. Hak milik atas tanah baik yang sudah atau belum terdaftar;
b. Hak guna bangunan, hak guna usha atau hak pakai di atas tanah negara;
c. Hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan atau hak milik
wajib mendapat izin tertulis pemegang hak pengelolaan atau hak milik;
d. Hak milik atas satuan rumah susun
2) Apabila wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dimaksudkan
sebagai wakaf untuk selama-lamanya, maka diperlukan pelepasan hak dari
pemegang hak pengelolaan atau hak milik.
3) Hak atas tanah yang diwakafkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dimiliki atau dikuasai oleh wakif secara sah serta bebas dari segala sitaan,
perkara, sengketa, dan tidak dijaminkan

Pasal 18
Benda wakaf tidak bergerak berupa tanah hanya dapat diwakafkan untuk jangka waktu selama-lamanya kecuali wakaf hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c.

Pasal 18 PP Nomor 42 tahun 2006 yang menyatakan wakaf berupa tanah hanya dapat diwakafkan untuk jangka waktu selama-lamanya jelas bertentangan dengan Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang menyatakan wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Dalam peraturan perundang-undangan berlaku asas “Lex superior derogat legi inferiori” (peraturan yang lebih tinggi mengalahkan peraturan yang lebih rendah), dengan demikian yang berlaku adalah ketentuan umum UU No. 41 tahun 2004.
Pasal 18 PP. 42 tahun 2006 mengatur hak guna bangunan, hak pakai di atas hak pengelolaan atau hak milik dapat diwakafkan untuk jangka waktu tertentu, hal ini analog dengan hak-hak tersebut dapat diagunkan sepanjang mendapat ijin pemilik tanah . Pada hakekatnya bahwa hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan atau hak milik pemegang haknya bukan pemilik tanah, tetapi pihak yang menggunakan dan memanfaatkan tanah atas perjanjian dengan pemilik tanah yang dalam hal ini pemegang hak milik atau hak pengelolaan.
Fakta dalam masyarakat menunjukkan bahwa peraturan dan berbagai regulasi yang dibuat dalam bidang pertanahan, termasuk di dalamnya aturan perundang-undangan, tidaklah sempurna, baik karena kurang lengkap maupun adanya ketidak jelasan, bahkan tumpang tindih. Bahkan dalam suatu aturan perundang-undangan yang relatif lengkap sekalipun, dalam perjalanan waktu, dan dinamika perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi, ternyata masih dapat menimbulkan adanya kekosongan hukum. Maka salah satu terobosan yang dapat dilakukan melalui penemuan hukum yaitu dengan metode interpretasi dan analogi .
Analogi merupakan cara penalaran untuk menerapkan suatu ketentuan terhadap ketentuan lain yang mirip dengan peristiwa yang diatur oleh peraturan perundangan-undangan tersebut. Prinsip dasar analogi memberikan penafsiran terhadap suatu peraturan hukum dengan memberi makna pada apa yang tersurat sesuai dengan asas hukumnya . Tentang penalaran analogis dalam hukum, Brian H. Bix menjelaskan sebagai berikut : ”The basic structure of analogical reasoning is that if two items or situations are alike in some ways, they are (or should be treated) alike in other ways , yang artinya struktur dasar penalaran analogi merupakan keadaan dalam hal dua kasus yang memiliki persamaan, maka harus diperlakukan sama.
Suatu peraturan perundang-undangan diterapkan terhadap suatu peristiwa tertentu yang tidak diatur dalam undang-undang tersebut, tetapi peristiwa itu mirip atau serupa dengan peristiwa yang diatur oleh undang-undang itu. Analogi di sini memberi penafsiran pada suatu peraturan hukum dengan memberi kias pada kata-kata dalam peraturan tersebut sesuai dengan asas hukumnya, sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak dapat dimasukkan kemudian dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut . Analogi merupakan suatu jenis penalaran dalam ilmu hukum yang dipergunakan dalam rangka memberikan kepastian hukum sebagaimana diutarakan oleh Henry Bracton, seorang hakim Inggris yang meletakkan dasar ilmiah dalam penerapan hukum melalui analogi .
Penalaran analogi sangat membantu memberikan kepastian hukum dalam kasus pertanahan, namun terbatas pada bidang hukum perdata saja tidak pada hukum pidana, oleh karena itu hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai dan hak milik atas satuan rumah susun dapat diwakafkan untuk jangka waktu tertentu analog dengan hak-hak tersebut dapat diagunkan untuk memperoleh kredit. Hak-hak atas tanah yang diwakafkan untuk jangka waktu tertentu akan banyak membuka peluang dan kesempatan seseorang untuk beribadah bagi kesejahteraan umum. Pasal 18 PP No. 42 tahun 2006 dengan demikian perlu direvisi karena bertentangan dengan undang-undangnya. Wakaf dengan jangka waktu tertentu akan lebih mengoptimalkan fungsi ekonomi tanah wakaf, seseorang yang memiliki sawah dapat diwakafkan misalnya selama 10 (sepuluh tahun) yang mengelola tetap Nazhir dan hasil sawahnya untuk anak yatim, setelah sepuluh tahun bidang tanah kembali ke pemiliknya.

TATA LAKSANA PENDAFTARAN TANAH WAKAF UNTUK JANGKA WAKTU TERTENTU
Pendaftaran tanah wakaf ini sangat penting artinya baik ditinjau dari segi tertib hukum maupun tertib administrasi penguasaan dan penggunaan tanah sesuai peraturan perundang-undangan pertanahan sebagaimana diatur Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Hukum yang mengatur pendaftaran tanah adalah hukum pertanahan bukan hukum agraria.
Melarang mewakafkan tanah untuk jangka waktu tertentu sama saja melarang seseorang untuk berbuat amal. Peluang yang diberikan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 harus diimplementasikan oleh Badan Pertanahan Nasional. Tanpa menunggu petunjuk pelaksanaan dari Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Kantor Pertanahan dapat melaksanakan dengan prinsip analogi. Kantor Pertanahan perlu memberikan pemahaman dan petunjuk ke Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf cara membuat akta ikrar wakaf dengan jangka waktu tertentu, Kantor Pertanahan harus banyak sosialisasi ke masyarakat tentang wakaf dengan jangka waktu ini. Sosialisasi tentang wakaf tanah dengan jangka waktu ini pernah disampaikan di hadapan Dewan Masjid Kabupaten Gresik Jawa Timur pada tahun 2007.
Tata laksana pendaftaran tanah wakaf dengan jangka waktu tertentu dengan analogi pendaftaran hak tanggungan, terdapat perbedaan dan persamaannya. Persamaannya pemilik tanah sama-sama menyerahkan hak atas tanahnya untuk jangka waktu tertentu, perbedaannya dalam hak tanggungan pemilik tanah menerima manfaat dengan memperoleh kredit dalam wakaf jangka waktu tertentu pemilik tanah memberikan manfaat tanah tersebut untuk dikelola oleh Nazhir bagi kesejahteraan umum.
Terdapat dua alternatif untuk tata laksana pendaftaran tanah yang diwakafkan dalam jangka waktu tertentu:
1. Membuat buku tanah tanah wakaf sementara dan sertipikatnya:
a. Membuat buku tanah wakaf dan sertipikat tanah wakaf dengan menambahkan
kata-kata “sementara” pada blanko sertipikat dan buku tanah dan di paraf
Kepala Kantor, memberikan catatan akta ikrar wakaf, nama PPAIW, Nazhir yang
mengelola, jangka waktu wakaf dan peruntukannya sekaligus catatan bahwa
“dengan berakhirnya jangka waktu wakaf maka catatan ini hapus demi hukum”.
Sertipikat tanah wakaf sementara ini diserahkan ke Nazhir dan Nazhir
berkewajiban menyerahkan sertipikat tersebut ke Kantor Pertanahan bila
jangka waktunya telah habis. Apabila wakif berkehendak memperpanjang maka
diperlukan akta ikrar wakaf lagi, apabila wakaf diperpanjang sebelum jangka
waktunya habis, sertipikat tidak perlu diganti.
b. Mencatat adanya akta ikrar wakaf dengan nama PPAIW, peruntukan wakaf dan
nama Nazhir dengan jangka waktu wakaf pada buku tanah hak atas tanah dan
sertipikat hak atas tanahnya, dengan catatan bahwa “dengan berakhirnya
jangka waktu wakaf maka catatan ini hapus demi hukum”. Sertipikat hak atas
tanah tetap disimpan oleh pemilik tanah.
2. Membuat Surat Keterangan Pendaftaran Tanah:
a. Mencatat akta ikrar wakaf dengan nama PPAIW, Nazhir, peruntukan wakaf dan
berakhirnya jangka waktu wakaf pada buku tanah hak atas tanah dan
sertipikat hak atas tanahnya, dengan catatan bahwa dengan berakhirnya
jangka waktu wakaf maka wakaf hapus demi hukum.
b. Memberikan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) kepada Nazhir.

DAFTAR BACAAN
Brian H. Bix, A Dictionary of Legal Theory, Oxford University Press, 2004.
Else Kartika, Pengantar Hukum Zakat dan wakaf, Grasindo, Jakarta tahun 2006.
F.H. Lawson & Bernard Rudden, The Law of Property, Clarendon Press, Oxford, 1982.
Lord Denning, What Next in the Law, Butterworths, London, 1982.
Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan, Antara Regulasi dan Implementasi, Kompas, Jakarta, 2005.
Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta 2009.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2002

Jogjakarta, 14 Agustus 2011
TJAHJO ARIANTO