Minggu, 24 Juli 2011

LETAK BATAS BIDANG TANAH YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM


Kepastian hukum pemilikkan tanah selalu diawali dengan kepastian hukum letak batas, letak batas menjadi penting sejak Adam dan Hawa diusir dari taman Eden, untuk menyatakan Adam dan Hawa telah dieksekusi letak batas taman Eden haruslah diketahui atau ditetapkan letak tepatnya. Pemilik tanah dalam praktek menandai batas tanah mereka dengan garis lurus berupa pagar atau titik-titik sudut bidang tanah dengan patok beton, patok kayu, patok besi atau pagar.
Bidang tanah dengan dikelilingi pagar bila posisinya berdampingan dan dimanfaatkan pada saat  yang sama, maka pagar  pembaginya mungkin akan merupakan pagar bersama, batasnya merupakan garis batas  terletak di tengah tengah garis pagar, tetapi sudah tentu bidang-bidang tanah  berdampingan tidaklah selalu dimanfaatkan  pada saat bersamaan. Apabila satu bidang tanah lebih dahulu dimanfaatkan, maka garis pembagi atau garis batas itu seluruhnya mungkin terletak di atas bidang tanah tersebut, dengan sendirinya pemilik tanah tidak mungkin mencatat sendiri letak garis batas. Bila pemilik tanah  berdampingan datang memanfaatkan pagar tersebut maka akan jelas siapa  memiliki pagar tersebut, tetapi hal ini masih belum  dibuat catatannya. Pagar itu hanya akan merupakan suatu masalah persetujuan antar tetangga dan belum diungkapkan dalam surat penyataan tertulis antara pemilik tanah dengan pemilik tanah berbatasan yang dikenal dengan asas kontradiktur. Tidak ada aspek lain dari pendaftaran tanah menimbulkan kontroversi kecuali dari letak batas-batas pemilikan tanah.[1]
Penentuan letak  batas dilakukan oleh pemilik tanah dan para pemilik tanah yang berbatasan secara kontradiktur dikenal dengan asas kontradiktur. Penentuan letak batas secara kontradiktur merupakan perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.[2] Perjanjian ini melibatkan semua pihak, masing-masing harus memenuhi kewajiban menjaga letak batas bidang tanah. Setiap perjanjian berlaku suatu asas, dinamakan asas konsensualitas dari asal kata konsensus artinya sepakat. Asas konsensualitas berarti suatu perjanjian sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan, perjanjian sudah sah apabila sudah sepakat.[3]
Pemasangan tanda batas ini harus disaksikan pejabat atau aparat yang mengetahui atau memiliki data siapa-siapa pemilik tanah yang berbatasan. Kantor Pertanahan tidak memiliki data pemilik tanah yang berbatasan bila tanah tersebut belum terdaftar data pemilik tanah yang berbatasan dimiliki oleh  Kepala Desa/ Kelurahan oleh karena itu pelaksanaan asas kontradiktur ini wajib disaksikan oleh aparat desa/kelurahan. Seyogyanya patok tanda batas tidak diberi tulisan BPN karena patok tersebut bukan dipasang oleh BPN dan bukan milik BPN.
Asas kontradiktur dibuktikan dengan Surat Pernyataan yang ditanda tangani pemilik tanah dan pemilik tanah yang berbatasan dan oleh Kepala Desa /Kelurahan.  Pada saat yang sama kontradiktur ini di sepakati pula pada Daftar Isian 201 yang dapat diperoleh dari Kantor Pertanahan, kedua bukti tertulis ini menjadi syarat untuk mengajukan pengukuran atau penetapan batas bidang tanah tersebut ke Kantor Pertanahan, Kantor Pertanahan tidak akan menerima permohonan pengukuran bila patok tanda batas yang dipasang belum memenuhi asas kontradiktur. Petugas Ukur Kantor Pertanahan dengan demikian melakukan pengukuran setelah asas kontradiktur dipenuhi, apabila pada waktu pemasangan tanda batas diperlukan pengukuran, maka pengukurannya bukan dilakukan oleh petugas ukur Kantor Pertanahan.
Apabila    para    pemilik    tanah  berbatasan tidak  memperoleh  kata  sepakat  dengan  letak sebenarnya  dari suatu batas walaupun telah dilakukan mediasi, maka penetapan  batas  terpaksa diserahkan kepada Hakim.
Pasal 14 sampai dengan Pasal 19 Peraturan   Pemerintah Nomor   24 Tahun   1997 sebagai penyempurnaan  dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 menetapkan bahwa  untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak ditetapkan terlebih dahulu kepastian hukum objeknya melalui penetapan batas bidang tanah. Penetapan  data fisik atau penetapan batas pemilikan  bidang   tanah  diatur   Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 berdasarkan kesepakatan para pihak. Bila   belum   ada  kesepakatan   maka   dilakukan penetapan   batas sementara,  diatur dalam Pasal 19 Peraturan   Pemerintah   Nomor   24 Tahun    1997.
Data ukuran letak batas bidang tanah dicatat di lapangan pada Gambar Ukur data tersebut harus disimpan di Kantor Pertanahan sepanjang masa selama bidang tanah tersebut masih ada, di kemudian hari data tersebut harus dapat digunakan untuk rekonstruksi letak batas bidang tanah bila hilang. Pemilik tanah dan pemilik tanah berbatasan yang dapat hadir menyaksikan pengukuran menandatangani Gambar Ukur dengan membuat pernyataan bahwa tanda batas pada saat pengukuran atau penetapan batas tidak mengalami perubahan sebagaimana Surat Pernyataan kontradiktur sebelumnya.

Jogjakarta, 24 Juli 2011
TJAHJO ARIANTO
Mantan petugas ukur Badan Pertanahan Nasional


[1]Rowton Simpson,S., Land Law and Registration,  Surveyor Publications, London, 1984, hlm. 125
[2]Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
[3]Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata